WahanaNews-Maluku | Dinas Kesehatan Provinsi Maluku meminta posyandu dan puskesmas mengoptimalkan pelaksanaan sembilan program intervensi spesifik guna percepatan penurunan stunting di daerah itu.
“Sembilan program intervensi spesifik yang tengah kami jalani di Maluku itu harus dimaksimalkan melalui posyandu dan puskesmas,” ujar Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Elvi Tikupasang dalam Rapat Koordinasi Daerah Percepatan Penurunan Stunting di Ambon, Kamis (16/02/23).
Baca Juga:
Pemerintah Kabupaten Tangerang klaim penurunan angka stunting pada balita 6,9%.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021, sembilan program intervensi spesifik tersebut. yakni 58 persen remaja putri harus mengonsumsi tablet tambah darah (TTD) minimal seminggu sekali, 80 persen ibu hamil mengonsumsi 90 TTD selama masa kehamilan, 90 persen Ibu hamil kurang energi kronik mendapat tambahan asupan gizi, 80 persen bayi kurang dari enam bulan mendapat ASI eksklusif.
Selain itu, 80 persen anak usia 6-23 bulan harus mendapatkan makanan pendamping ASI, 90 persen balita harus dipantau pertumbuhannya, 90 persen balita gizi kurang mendapat tambahan asupan gizi, 90 persen balita gizi buruk harus mendapatkan pelayanan tata laksana gizi buruk, serta 90 persen balita memperoleh imunisasi dasar lengkap.
Menurut dia, kesembilan program tersebut tak mendapatkan hasil yang baik apabila posyandu dan puskesmas tidak optimal melaksanakan di masyarakat.
Baca Juga:
Pemprov Sulteng Beri Bantuan untuk Turunkan Stunting dan Kemiskinan di Sigi
Pasalnya, kata dia, tak jarang dalam menjalankan program tersebut banyak ibu hamil dan menyusui maupun pasangan suami istri abai terhadap hal itu.
Untuk itu. katanya, puskesmas dan posyandu harus menjadi garda terdepan dalam menuntaskan sembilan program intervensi spesifik guna percepatan penurunan stunting di Maluku.
“Tidak mungkin Dinas Kesehatan yang datang ke rumah-rumah warga satu persatu untuk kontrol mereka minum TTD tidak, kemudian ada makanan pendamping ASI atau tidak, untuk itu posyandu dan puskesmas harus membantu mengedukasi masyarakat tentang pentingnya program tersebut,” kata dia.
Sebelumnya, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Republik Indonesia menyampaikan pentingnya koordinasi lintas sektor guna menekan angka stunting di Maluku.
"Pemerintah pusat telah menetapkan target prevalensi stunting setiap tahunnya adalah tiga persen, pada 2022 kita mencapai 2,8 persen ini harus dievaluasi dengan meningkatkan koordinasi lintas sektor," ujar Deputi Bidang Lalitbang BKKBN RI Rizal Damanik.
Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting di Maluku mencapai 26,1 persen pada 2022. Angka ini menempatkan Provinsi Maluku berada di peringkat ke-13 nasional.
Meski demikian masih ada kabupaten di Maluku dengan prevalensi stunting yang bahkan mencapai 41,6 persen yakni Buru Selatan.[zbr]