WahanaNews-Maluku | Kasus stunting di Maluku menurun 2,18 persen dari 30,88 pada 2019, di akhir 2021 menjadi 28,70 persen.
Pernyataan itu disampaikan oleh Gubernur Maluku, Murad Ismail saat membuka Raker program Bangga Kencana dan Rekonsiliasi Stunting Provinsi Maluku tahun 2022 di Ambon, Jumat (1/4/2022).
Baca Juga:
Kementan Dorong Optimasi Ratusan Hektar Lahan Baru di Sumsel
"Penurunan ini mengindikasikan strategi percepatan penurunan stunting yang dilaksanakan Duta Parenting serta tim Penggerak PKK Provinsi Maluku berjalan dengan baik," ujar Murad.
Murad dalam sambutan tertulis yang dibacakan Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Maluku Meikyal Pontoh, mengapresiasi raker yang digelar BKKBN Maluku itu sebagai momentum penting menumbuhkan harapan dan kenyakinan bahwa keluarga di Maluku mampu meningkatkan kualitas hidup sehingga berdampak terhadap penurunan angka kekerdilan.
Menurutnya, penurunan angka kelahiran dan angka kematian ibu, bayi serta balita disertai peningkatan usia harapan hidup dalam jangka waktu yang panjang, berdampak pada perubahan struktur umur penduduk.
Baca Juga:
Olokan ke Tukang Es Teh Viral, Presiden Prabowo Tegur Gus Miftah
Selain itu, kata dia berdampak pada surplus penduduk usia produktif yang terus meningkat terhadap total penduduk, serta menjadi aset apabila mereka mampu berkualitas dan berdaya saing.
Menurutnya, faktor memengaruhi terjadinya kekerdilan perlu diperhatikan dan ditangani antara lain praktik pengasuhan atau pola asuh yang dipengaruhi kurangnya pengetahuan orang tua tentang gizi sebelum pada masa kehamilan maupun sesudah kelahiran.
Selain itu, pelayanan atau pemeriksaan kehamilan (Antenatal care -ANC) dan pemulihan pasca persalinan (Post Natal Care) yang kurang berkualitas, kurangnya akses memperoleh makanan bergizi, kurangnya ketersediaan air bersih dan sanitasi lingkungan yang sehat.
"Semua faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya infeksi berulang yang berdampak pada perkembangan anak," katanya.
Dia menjelaskan, penanganan permasalahan kekerdilan harus dilakukan secara paripurna, komprehensif terpadu dan bersifat multi sektoral, dengan mengintensifkan pendamping terhadap keluarga yang berisiko melahirkan bayi stunting.
"Saya berharap semua OPD lintas sektor serta mitra dapat merancang strategi penanganan stunting mulai pada periode remaja, calon pengantin sampai pada masa kehamilan, pasca persalinan hingga anak berusia lima tahun," ucapnya.
Pendampingan pada masa-masa tersebut dimaksudkan agar semua intervensi sensitif maupun spesifik yang diberikan dapat dipastikan sampai kepada penerima manfaat yang mempunyai dampak nyata dengan target menurunnya angka prevalensi stunting di Maluku hingga mencapai 14 persen pada akhir tahun 2024.
Dia juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan atas kerja keras Duta Parenting, TP PKK serta instansi teknis terkait atas penurunan kasus kekerdilan di Maluku yang hanya tersisa 28,70 persen berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Litbangkes tahun 2021.
OPD yang bekerja di bidang KB sebagai pelaku dan pengendali program di tingkat lapangan diharapkan dapat berkoordinasi dengan pemprov maupun kabupaten/kota, serta memaksimalkan Tim pendamping keluarga (TPK) yang telah di bentuk di 11 daerah, sehingga menjadi ujung tombak percepatan penurunan kasus kekerdilan, di samping meningkatkan strategi berbasis kedaerahan terutama keluarga yang berisiko stunting. [rda]