MALUKU.WAHANANWS.CO, Jakarta– Mantan Penasehat Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Hamid Rahayaan, kritisi pelaksanaan hukum, demokrasi, dan situasi politik yang masih menyimpang.
Rahayaan sesalkan polah para pejabat yang berkorupsi dan menjadi penipu rakyat, serta penegakan hukum yang amburadul dan amburat.
Baca Juga:
Kasus Chromebook Nadiem Makarim, Pakar UI Soroti Lemahnya Check and Balance Pemerintah
“Saya berharap Presiden Prabowo Subianto serius menyelesaikan persoalan negara yang amburadul ini. Menyelesaikan penegakan hukum atas kasus-kasus korupsi yang lamban,” sebut Hamid Rahayaan kepada WAHANANEWS.CO, Kamis (4/9/2025).
Sebagai kader NU, Rahayaan sangat terpukul dan memilukan dengan kejadian seorang kader NU dan mantan Ketua Gerakan Pemuda Ansor (2016 - 2024), Yaqut Cholil Qoumas, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terlibat korupsi anggaran ibadah haji saat menjadi Menteri Agama (2020 - 2025) di era Presiden Joko Widodo.
Ada pula kasus korupsi sangat memalukan yang mengiris kecerdasan bangsa bahwa di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, yaitu Menteri Nadiem Anwar Makarim (2021 - 2025) di era Presiden Joko Widodo.
Baca Juga:
Hotman Sebut Nasib Nadiem Sama dengan Lembong
“Kasus korupsi kedua menteri ini sangat memalukan dan memilukan. Mengiris rasa kemanusiaan. Mengapa di kedua kementerian ini, keagamaan dan pendidikan yang semestinya menjadi garda terdepan karakter bangsa dipimpin oleh manusia yang rusak karakternya,” sesal Hamid.
Nilai Hamid, jika muncul aksi massa yang memprotes kerusakan negara saat ini. Maka aspirasi mahasiswa yang turun ke jalan sejatinya murni, namun kerap ditunggangi pihak ketiga yang memiliki agenda terselubung.
Rakyat Frustrasi Kinerja Hukum
Lanjut Rahayaan, rakyat sudah sangat frustrasi oleh lambatnya kinerja Kejaksaan Agung, Polri, dan KPK yang amburat.
“Kinerja KPK; Kejaksaan; Polri selalu tidak pernah selesai, setengah-setengah, tidak selesai hingga tuntas. Tak ada jalan lain. Presiden harus memerintahkan penegak hukum bekerja cepat. Korupsi inilah yang membuat rakyat miskin dan susah,” ujarnya.
Rahayaan mengingatkan agar aparat tidak mempermainkan kasus korupsi yang merugikan negara triliunan rupiah.
“Jangan sampai publik mengira kasus korupsi dijadikan ATM politik oleh oknum aparat. Itu harus dihentikan. Keadilan harus ditegakkan, citra penegak hukum dipulihkan,” imbuhnya.
Terutama, kader NU yang mantan Wali Kota Tual, Maluku (2017 - 2018) ini menyoroti kasus dugaan korupsi mantan Menteri Agama dari NU yang hingga kini belum jelas ujungnya. Yang sudah berbulan-bulan tapi belum tuntas, seakan drama tak berkesudahan.
“Sikap lamban KPK berpotensi menggerus kepercayaan masyarakat terhadap lembaga antirasuah,” risau Hamid.
Kritisi Ketua PBNU Staquf
Sebagai kader loyal, Rahayaan berharap ada pemurnian NU lebih baik yang tidak digerogoti oleh orang bermental koruptif. Hamid menilai, kepemimpinan Yahya Cholil Staquf di PBNU membuka pintu bagi masuknya figur-figur bermasalah.
Hamid menuntut supaya muslim NU, tanpa pandang bulu yang terlibat korupsi ditangkap dan diadili tanpa demi jaga marwah organisasi keagamaan terbesar di Indonesia ini.
“NU sekarang dianggap publik sebagai sarang koruptor. Itu berbeda dengan masa Gus Dur, KH Hasyim Muzadi, maupun KH Said Aqil yang dipimpin orang-orang bersih,” sanggahnya.
Akhir kalam Hamid, ia meminta Presiden Prabowo Subianto bertindak tegas memerintahkan aparat hukum agar bekerja cepat, adil, dan transparan. Lantaran, penegakan hukum yang lemah, rakyat hilang kepercayaan kepada pemerintah dan berpotensi terjadi pemberontak sosial.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]