Maluku.WAHANANEWS.CO - Upaya Kejaksaan Agung RI dalam memberantas korupsi serta menyelamatkan uang negara, khususnya dalam pengelolaan dana desa, mendapat apresiasi dari Anggota Komite I DPD RI, Bisri As Shiddiq Latuconsina.
Meski demikian, senator asal Maluku ini menekankan perlunya pendekatan yang lebih humanis agar negara tidak kembali terbebani dengan biaya pemeliharaan narapidana akibat kasus korupsi.
Baca Juga:
Kejagung: Tak Ada Fakta Keterlibatan Erick Thohir dan Boy di Kasus Minyak Mentah Pertamina
"Kita berhasil menyelamatkan uang negara, tetapi di sisi lain, anggaran negara juga harus dialokasikan untuk membiayai para narapidana di lembaga pemasyarakatan. Oleh karena itu, perlu kebijakan pencegahan yang lebih manusiawi dan dibahas secara mendalam," ujar Senator Boy, sapaan akrabnya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu.
Dalam rapat yang dihadiri Wakil Kepala Kejaksaan Agung RI, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Senator Boy menyoroti fakta bahwa banyak kepala desa yang tersandung kasus korupsi berasal dari latar belakang pendidikan yang kurang memadai.
Akibatnya, pengelolaan dana desa masih jauh dari optimal.
Baca Juga:
Isu Keterlibatan Erick dan Boy Thohir dalam Kasus Pertamina Dibantah Kejagung
Ia juga menegaskan bahwa di Maluku, Papua, serta beberapa daerah lainnya, pemerintahan desa masih berbasis sistem adat, di mana kepala desa kerap menjabat sebagai raja adat.
Jika mereka terjerat kasus hukum, dampaknya bisa mengganggu keseimbangan adat dan sosial di komunitas setempat.
"Jika ada indikasi pelanggaran hukum, para kepala desa harus mendapat peringatan dini agar tidak terjerumus dalam kasus korupsi. Jangan sampai upaya pencegahan justru berujung pada pemidanaan tanpa solusi yang lebih konstruktif," tegasnya.
Senator Boy mengusulkan agar kebijakan yang pernah diterapkan oleh mantan Jaksa Agung ST. Burhanuddin, yaitu mengembalikan penyelidikan awal kasus korupsi dana desa ke inspektorat daerah masing-masing, bisa diterapkan kembali.
Namun, ia menilai langkah tersebut masih perlu disempurnakan.
"Pencegahan korupsi harus dimulai dari tingkat individu, keluarga, hingga masyarakat desa. Jika kepala desa didampingi dalam pengelolaan dana desa, mereka tidak akan tergoda melakukan korupsi, dan efek positifnya akan melahirkan generasi kepemimpinan yang lebih baik," jelasnya.
Sebagai solusi, ia mengusulkan adanya Nota Kesepahaman (MoU) antara Komite I DPD RI dan Kejaksaan Agung guna meningkatkan pengawasan serta pendampingan langsung terhadap kepala desa.
"Kita harus melindungi mereka dari potensi kesalahan administratif dan godaan korupsi. Dengan pendekatan yang lebih edukatif dan persuasif, kepala desa dapat mengelola dana desa secara lebih bijaksana tanpa harus takut terjerat hukum akibat ketidaktahuan," pungkasnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]