WahanaNews-Maluku | Penertiban kediaman keluarga Wanda Hamidah oleh Pemkot Jakarta Pusat kembali mendapat perhatian dari ahli pertanahan Dr. Aartje Tehupeiory. Ia menjelaskan negosiasi biaya kerohiman harus dilakukan hingga klimaks.
"Berdasarkan pernyataan dari Ani Suryani Kabag Hukum Walikota Jakarta Pusat, ternyata keluarga Wanda Hamidah hanya memiliki Surat Izin Perumahan (SIP), yang telah berakhir pada Tanggal 3 Februari 2009, dan SIP pun bukan Alas Hak kepemilikan," ujar Aartje kepada WahanaNews.co pada Sabtu (22/10/22).
Baca Juga:
Soal Rencana Pembangunan PLTN Pertama di Indonesia, ALPERKLINAS Harapkan Pemerintah Sosialisasi ke Masyarakat dengan Masif
Ia menjelaskan bahwa penertiban ini sah dilakukan atas kemauan dari pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Tetapi, Aartje meminta agar negosiasi biaya kerohiman agar dilakukan hingga Klimaks.
"Harus ada standarnisasi diberikan uang kerohiman sesuai dengan objek hukum lokasi tersebut berada. Sehingga ada keseimbangan dan keadilan kepada kedua belah pihak, dan harus dilakukan hingga klimaks" tuturnya.
Tanggapan Kuasa Hukum Japto Soal Negosiasi Biaya Kerohiman
Baca Juga:
Ketua Dewan Penasehat dan Pembina DPP Martabat Prabowo-Gibran, Ahmad Riza Patria dan Hinca Panjaitan, Pimpin Tim Sukses Pilgub Jakarta dan Sumut
KRT Tohom Purba, Kuasa Hukum Ketua Umum Pemuda Pancasila Japto Soerjosoemarno tegaskan bahwa negosiasi biaya kerohiman sudah sempat "deal" sebelum permasalahan ini sampai ke pihak pemerintah Provinsi DKI dan Pemkot Jakarta Pusat.
"Kami sudah 2 kali memberikan somasi kepada pihak keluarga Wanda Hamidah, Somasi pertama sudah bertemu langsung dengan pak Hamid paman Wanda yang mengaku kuasa hukum para penghuni, kami bertemu dikantor saya di Warung Buncit, dan dia sudah berterima pada saat itu soal kepemilikan yang sah dari lahan itu adalah klien kami pak Japto," kata Tohom kepada WahanaNews.co, Sabtu (22/10/22).
"Somasi kedua dia menjawab dengan surat tertulis, sehingga saya meminta untuk bertemu langsung, kami bertemu di kawasan Epicenterum, dan pada pertemuan itu 'sudah deal' masalah nominal biaya kerohiman untuk 5 keluarga dilokasi tersebut, tetapi tidak diindahkan hingga waktu yang ditentukan, sehingga kami meminta pemkot Jakarta Pusat untuk mengambil langkah tegas," sambung Tohom.
Ia menjelaskan pihak Wanda sudah menggunakan lahan tersebut secara gratis selama 10 tahun dan tidak meminta izin secara layak kepada pemiliknya.
Pernyataan Tohom juga diperkuat oleh Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota Jakarta Pusat Ani Suryani yang mempunyai surat tugas dari Pemprov DKI.
Ia mengatakan rumah tersebut berdiri di atas lahan seseorang yang memiliki sertifikat hak guna bangunan (SHGB) sejak 2010, kendati lahan tersebut merupakan aset negara.
Menurut Ani, rumah Wanda Hamidah dikosongkan karena pemilik SHGB akan memanfaatkan lahan tersebut. Pemilik SHGB kemudian meminta bantuan Pemerintah Kota Jakarta Pusat untuk mengosongkan lahan itu.
Di sisi lain, surat izin penghunian (SIP) milik keluarga Wanda Hamidah selaku penghuni telah habis sejak 2012.
"Nah pada saat tanah negara ini bebas, siapa saja boleh meningkatkannya. Nah penghuni di sini tidak melanjutkan (SIP) itu, sehingga pada 2010, (pemilik SHGB) membeli ini. Kemudian ditertibkan karena ini tanah negara," kata Ani, Sabtu (15/10).
Ani menuturkan, pemilik SHGB telah membiarkan Wanda tinggal 10 tahun di sana sejak SIP kedaluwarsa, sambil melakukan mediasi karena lahan tersebut akan dimanfaatkan pemilik SHGB, tetapi tidak ada itikad baik hingga SP 3 dikeluarkan berujung pengosongan paksa.[zbr]