Maluku.WAHANANEWS.CO, Ambon - Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, menegaskan bahwa penyelesaian berbagai persoalan sosial di daerah tidak dapat semata-mata mengandalkan penegakan hukum secara kaku.
Menurutnya, langkah-langkah penanganan harus berjalan seiring dengan pendekatan budaya dan nilai-nilai kearifan lokal yang telah lama mengakar di tengah masyarakat Maluku.
Baca Juga:
Kemenbud Dorong Anak Muda Terlibat dalam Ekosistem Sastra Lewat Program LAPS
Penegasan tersebut disampaikannya dalam forum pertemuan lintas sektor bersama para pemangku kepentingan yang terdiri dari unsur pemerintah daerah, tokoh adat, pemuka agama, dan elemen masyarakat sipil yang diselenggarakan di Langgur, Kabupaten Maluku Tenggara, pada Senin (12/5/2025).
Dalam sambutannya, Lewerissa memaparkan bahwa akar dari sejumlah konflik sosial yang selama ini terjadi di berbagai wilayah di Maluku umumnya berawal dari masalah-masalah struktural seperti sengketa batas wilayah atau pertanahan antarwarga dan kelompok, penyebaran serta konsumsi minuman keras, dan meningkatnya penyalahgunaan narkoba di tengah masyarakat.
Ia menilai persoalan-persoalan tersebut tak hanya mengancam stabilitas sosial, tetapi juga berdampak serius terhadap tatanan hidup bersama dan masa depan generasi muda Maluku.
Baca Juga:
KBN 2025 Belum Prioritas, HMI dan KNPI Setuju Penundaan oleh Gubernur Maluku
Gubernur menekankan bahwa pencegahan konflik sosial harus dilakukan secara menyeluruh dan dimulai dari lingkup paling dasar, yaitu keluarga.
Ia juga mengajak lembaga pendidikan, komunitas adat, dan aparat negara untuk bekerja sama memperkuat ketahanan sosial sejak dini.
“Tidak boleh ada ruang bagi kekerasan, negara harus hadir secara tegas,” ucapnya dengan nada tegas di hadapan para peserta pertemuan.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyampaikan bahwa negara harus bersikap adil dan tidak tunduk pada tekanan dari pihak mana pun, khususnya kelompok-kelompok yang melakukan pelanggaran hukum, baik melalui tindakan kekerasan secara langsung maupun lewat provokasi sosial yang memecah belah.
Ia menggarisbawahi pentingnya kerja sama antarlembaga, khususnya sinergi antara TNI, Polri, dan Satpol PP, agar penegakan hukum dapat dijalankan secara konsisten, profesional, dan tidak memihak.
“Hukum dan negara harus menjadi satu-satunya jalan penyelesaian,” ujarnya dengan mantap.
Lebih jauh, Lewerissa menekankan bahwa keberadaan para pemimpin di semua tingkatan, baik itu kepala desa, tokoh agama, maupun pemuka adat, memegang peran sentral dalam menciptakan suasana damai dan memperkuat kohesi sosial.
Ia menyebut bahwa keteladanan dari para pemimpin ini merupakan instrumen sosial yang paling kuat untuk menumbuhkan rasa percaya, rasa saling menghargai, dan mencegah terjadinya perpecahan dalam masyarakat.
Gubernur juga mengajak seluruh masyarakat di wilayah Maluku Tenggara untuk menjaga kondisi yang aman dan kondusif, karena menurutnya, suasana damai merupakan prasyarat utama bagi kemajuan pembangunan daerah serta daya tarik bagi para investor yang ingin menanamkan modal di Maluku.
Ia mengingatkan bahwa setiap warga memiliki peran, sekecil apa pun, dalam menjaga keharmonisan dan membangun daerah.
“Kalau tidak bisa bantu satu orang, setidaknya jangan jadi beban bagi orang lain,” kata Gubernur di akhir pidatonya, yang disambut dengan tepuk tangan dari peserta forum.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]