TKN mengatakan ada sekitar 10 ribu desa yang akan dilibatkan untuk memproduksi padi demi memenuhi kebutuhan program ini.
Lalu, 20 ribu desa diupayakan untuk membangun peternakan ayam pedaging dan petelur hingga penggemukan sapi beserta usaha sapi perah.
Baca Juga:
Melihat Politik Hukum Perlindungan Konsumen Prabowo-Gibran Pasca 100 Hari Kerja
Sementara itu, 2 ribu desa nelayan diklaim bisa diandalkan untuk penyediaan ikan segar. Sedangkan ribuan desa lainnya akan dilibatkan dalam pemenuhan kebutuhan sayur mayur, buahâbuahan, hingga bumbu masak.
"Untuk menggenjot produksi daging dan telur ayam relatif lebih mudah, tapi menggenjot produksi susu dan daging sapi lebih berat. Dua puluh tahun program swasembada daging sapi gagal," wanti-wanti Teguh.
"Untuk peningkatan produksi susu, selain perbaikan sapi, populasi sapi perah kita (saat ini) sangat rendah. Perlu impor sapi perah dalam jumlah besar untuk meningkatkan produksi susu segar. Produksi susu segar yang ada saat ini masih rendah dan kurang untuk memenuhi industri pengolahan susu," tandasnya.
Baca Juga:
Survei LSI, Program Makan Bergizi Gratis Jadi Puncak Keberhasilan Prabowo di 100 Hari Pertama
Peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Eliza Mardian sependapat dengan ucapan Teguh. Ia mengatakan 80 persen kebutuhan susu Indonesia masih harus didatangkan dari luar negeri.
Oleh karena itu, Eliza menilai program makan siang dan susu gratis tidak akan serentak dilakukan di Indonesia. Ia berpendapat Prabowo-Gibran akan melakukannya secara bertahap, termasuk menetapkan beberapa daerah pilot project.
"Dalam jangka pendek yang dapat dilakukan mau tidak mau impor susu dulu, karena sekarang saja sudah impor. Namun, ini mesti paralel dengan impor sapinya untuk dikembangbiakkan di Indonesia," saran Eliza.