Perjanjian kerja sama (MoU) antara pemerintah provinsi dengan PT BPT tanpa melibatkan DPRD Maluku ini tertuang dalam dokumen Akta Notaris Nomor 21 Tanggal 13 Juli 2022 yang dikeluarkan Roy Prabowo Lenggono SH MH MKn.
Akta notaris itu tentang perjanjian kerja sama pemanfaatan dan pengelolaan lahan dan bangunan kawasan pertokoan Mardika.
Baca Juga:
Dorong Kemandirian Pangan, Maluku Tanam Padi Gogo di Lahan Kering
"Disebut sangat merugikan daerah sebab ada indikasi terjadinya pelanggaran hukum dalam perjanjian kerja sama ini, sehingga rekomendasi DPRD itu salah satunya membawa masalah ini ke ranah hukum," ujar Jantje.
Saat ini pimpinan dewan sementara berada di daerah pemilihannya karena menjelang pemilu, tetapi rekomendasinya tetap disampaikan sehingga nantinya kerja sama itu akan ditangani secara hukum.
Nantinya akan dilihat hasilnya seperti apa, dan yang pasti DPRD lewat pansus melihat kerja sama ini merugikan daerah, katanya pula.
Baca Juga:
Legislator Perindo Ini Siap Perjuangkan Infrastruktur Pertanian Humbang Hasundutan
Apalagi, ujarnya lagi, perjanjian kerja sama antara pemerintah provinsi dengan PT BPT selaku pihak ketiga ini sangat menguntungkan mereka sehingga sangat disayangkan.
Buktinya ada beberapa pemegang SHGB di Ruko Mardika yang sudah membayar biaya sewa kepada PT BPT, seperti PT Bank Mandiri Rp14 miliar untuk jangka waktu 10 tahun.
Selanjutnya, PT Bank Central Asia (BCA) telah membayar sewa sebesar Rp3 miliar untuk jangka waktu 15 tahun, lalu ada juga yang lainnya termasuk para penyewa ruko dengan harga bervariasi antara Rp100 juta hingga Rp400 juta.