Maluku.WAHANANEWS.CO, Ambon - Dua anggota Polri yang bertugas di Kepolisian Daerah (Polda) Maluku, Brigadir Aru Putra dan istrinya Briptu RR, resmi diberhentikan dengan tidak hormat dari institusi kepolisian.
Keduanya diduga kuat terlibat dalam praktik percaloan dalam proses seleksi penerimaan anggota Polri pada tahun anggaran 2023/2024.
Baca Juga:
Kasus Dugaan Pelanggaran Etik, IMM Minta Kapolda Maluku Bertindak Tegas
Pasangan suami istri ini sebelumnya bertugas di Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) Polda Maluku.
Namun, penyelidikan internal oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Maluku mengungkap bahwa keduanya terlibat dalam aktivitas ilegal berupa janji kelulusan kepada sejumlah calon anggota Polri dengan imbalan uang.
Modus yang dijalankan Brigadir Aru dan Briptu RR adalah menawarkan kepada para calon peserta seleksi untuk dijamin lolos menjadi anggota kepolisian dengan membayar sejumlah uang.
Baca Juga:
Uang Damai Tak Kunjung Cair, Kompol Bambang Dicopot Usai Tonjok Sopir Taksi Online
Tercatat, sebanyak 17 korban telah menyerahkan uang kepada keduanya dengan total mencapai Rp 4,9 miliar.
Namun kenyataannya, seluruh korban tersebut tidak berhasil lolos dalam seleksi penerimaan anggota Polri, dan uang yang telah disetorkan tidak pernah dikembalikan.
Hal ini membuat para korban mengalami kerugian materiil sekaligus menimbulkan kekecewaan mendalam terhadap institusi yang selama ini diharapkan menjunjung tinggi keadilan dan profesionalisme.
Menanggapi hal tersebut, Polda Maluku mengambil tindakan tegas.
Pada Rabu, 7 Mei 2025, Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) menggelar sidang etik untuk menyidangkan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Brigadir Aru dan Briptu RR.
Hasil sidang menyatakan keduanya terbukti melanggar kode etik profesi Polri dan dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Kabid Propam Polda Maluku, Kombes Pol. Indera Gunawan, menyampaikan bahwa pelanggaran ini bukan hanya melanggar disiplin, tetapi juga mencoreng nama baik institusi kepolisian dan menimbulkan kerugian besar bagi para korban.
"Untuk kasus calo oleh Brigadir Aru dan istrinya yang juga polwan juga sudah ada putusan KKEP yaitu PTDH. Itu terjadi saat proses seleksi penerimaan Polri tahun 2023/2024. Ada sekitar 17 korban dengan nilai diterima Rp 4,9 miliar," jelas Kombes Pol. Indera saat memberikan keterangan kepada media.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa proses seleksi penerimaan anggota Polri adalah gratis dan terbuka, tanpa pungutan biaya apa pun.
Ia meminta masyarakat untuk tidak mudah percaya kepada oknum yang mengaku dapat meloloskan peserta seleksi dengan syarat menyerahkan sejumlah uang.
“Proses penerimaan anggota Polri tidak dipungut biaya sama sekali,” tegas Kombes Indera.
Ia juga mengimbau agar masyarakat segera melaporkan jika menemukan indikasi praktik serupa, karena perbuatan tersebut termasuk dalam tindak pidana penipuan dan pelanggaran etik yang sangat serius dalam tubuh Polri.
Kasus ini menjadi pengingat keras bagi seluruh anggota kepolisian di Indonesia bahwa integritas dan profesionalisme adalah nilai-nilai utama yang harus dijunjung tinggi dalam menjalankan tugas.
Polda Maluku berharap bahwa dengan dijatuhkannya sanksi berat ini, kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian dapat kembali ditegakkan, serta menjadi efek jera bagi oknum lainnya yang berniat menyalahgunakan jabatan.
Sementara itu, proses pidana terhadap Brigadir Aru dan Briptu RR juga dikabarkan tengah disiapkan untuk ditindaklanjuti secara hukum.
Hal ini membuka kemungkinan adanya langkah hukum lanjutan di luar sidang etik internal kepolisian, demi menjamin keadilan bagi para korban.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]