Kejahatan Apartheid (berdasarkan Konvensi Internasional 1973 tentang Penindasan dan Hukuman Kejahatan Apartheid, didefinisikan sebagai sebagai "tindakan tidak manusiawi yang dilakukan demi membangun dan melanggengkan dominasi oleh satu kelompok rasial terhadap kelompok rasial lainnya, dan secara sistematis bersifat menindas).
Maka, kata Yanter, dalam rangka penyelesaian konflik Pelauw-Kariu, pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban melakukan pemulihan pascakonflik secara terencana, terpadu, berkelanjutan, dan terukur sesuai dengan kewenangannya berdasarkan Het Plan penyelesaian konflik, sebagai bentuk tindakan pemerintah dan pemerintah daerah yang berakibat hukum.
Baca Juga:
KPK Geledah Rumah Eks Menag Yaqut, Bongkar Dugaan Korupsi Kuota Haji Rp 1 Triliun
“Tahapan Het Plan pemulihan pascakonflik itu meliputi rekonsiliasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Tentu dengan memperhatikan wewenang kelembagaan publik negara, sehingga seyogianya merupakan tindakan kesinambungan program dan bentuk komitmen pemerintah dan pemerintah daerah dalam rangka penyelesaian konflik pelauw-kariu yang berkepanjangan, sehingga tindakan pemerintah bersifat konsisten,” katanya.
Bahwa pentahapan sistematis Het Plan penyelesaian konflik Pelauw-Kariu oleh pemerintah, tahap rekonsiliasi para pihak, pemerintah haruslah melakukan :
a. Perundingan secara damai;
Baca Juga:
Presiden Prabowo Anggarkan Rp335 Triliun Program Makan Bergizi Gratis RAPBN 2026
b. Pemberian restitusi;
c. Pemaafan
Unsur penyelesaian ini dengan melibatkan pranata adat, pranata skosial, dan satuan tugas penyelesaian konflik social (meliputi Polri dan TNI).