Dengan demikian pemerintah dan pemerintah daerah dalam melaksanakan rekonsiliasi penyelesaian konflik tidak terhenti hanya pada kesepakatan damai semata, namun seharusnya menetapkan skala prioritas langkah penyelesaian lebih lanjut, dalam tindakan konkrit pemerintah daerah sebagai komitmen dan tanggungjawab pemerintah dalam melindungi masyarakat dan mencegah terjadinya pelanggaran HAM berat.
“Pada tahap rekonsiliasi seharusnya pemerintah daerah dalam hal ini Bupati Maluku Tengah dan Gubernur Provinsi Maluku dapat mengambilkan tindakan konkret penyelesaian berdasarkan skala prioritas, ratsio Freies Ermessen dan sasaran pemerintah dalam penyelesaian berdasarkan asas Umum Pemerintah yang baik,” katanya.
Baca Juga:
Dua Kecamatan ‘Clear’ Rekapitulasi, Ketua KPU Kota Bekasi Klaim Pleno Terbuka Kondusif
Sehingga, sambungnya, bukan malah pemerintah daerah melalui kewenangan absolut Bupati dan Gubernur dalam rangka rekonsiliasi dilaksanakan/diambil alih oleh Deputi 1 Kepresiden dalam pelaksanaannya.
“Hal ini tentu menimbulkan kerancuan baik secara legalitas, aspek wewenang maupun unsur pentapahan/eskalasi penyelesaian konflik (vide instrument juridis Pasal 58 Peraturan Pemerintah RI No. 2 Tahun 2015). Karena sasaran akhir dan tujuan Tindakan hukum pemerintah dan pemerintah daerah adalah perlindungan hukum, penegakan HAM dan kepastian hukum.”
Konkretisasinya adalah urgensi langkah kebijakan dan kewajiban rekonstruksi oleh Pemerintah Daerah melalui Bupati dan Gubernur dan secara komprehensif meliputi tanggungjawab pemerintah meliputi keterlibatan pemerintah pusat melalui kementerian negara terkait, di antaranya koordinasi pemerintah daerah dengan Mendagri dan Menteri sosial dan Menteri keuangan, berkaitan dengan kewajiban pemerintah dalam pendanaan penangan dan penyelesaian daerah konflik sebagai bentuk Tindakan rekonstruksi pemerintah secara substansial.
Baca Juga:
Mulai Minggu Ini, Deretan Film Blockbuster Big Movies Platinum GTV Siap Temani Akhir Tahunmu!
Hal ini karena instrumen sumber pendanaan penanganan konflik sebagai Langkah lebih lanjut dari kebijakan rekonsiliasi Pemerintah berasal dari APBN, APBD, dan/atau masyarakat.
Pendanaan dimaksud berdasarkan skala prioritas dan rumusan usulan pemerintah daerah (vide Pasal 78 ayat (2) Peraturan Pemerintah RI No. 2 Tahun 2015).
Sehingga, hemat Yanter Latumahina, keterlibatan deputi 1 Staf Kepresiden tidaklah tepat dan juga tidak sesuai dengan rumusan wewenang kelembagaan negara kaitan dengan mekanisme sarana eskalasi penyelesaian konflik social di NKRI.